Sabtu, 13 Mei 2017

Aliran Rasa Gaya Belajar Anak

Mengetahui gaya belajar Ali yg visual aja nggak cukup, saya merasa seperti diingatkan kembali untuk mendampingi Ali belajar dengan membantunya membuat mind map utk mempermudah ia belajar.

Kalau adiknya, Arsya yg masih 2 tahun sih masih harus sering2 diperhatikan, selain menstimulusnya dgn semua gaya belajar. Meskipun sejauh ini dia terlihat senang belajar dengan melihat gambar dibuku, tapi juga senang dinyanyikan dan pandai meniru. Dia juga aktif bergerak kesana kemari dan pandai menirukan aktivitas kami seperti menyapu, bahkan dia rajin sekali membantu memasukkan dan mengeluarkan cucian ke/dari mesin cuci.

Ah, anak2 sesungguhnya adalah guru kecil kita yg senantiasa menggerakkan hati ini utk terus belajar dan mengamalkan ilmu yg sdh didapat 😀

#AliranRasa
#KuliahBunSay.
#GayaBelajarAnak
#InstitutIbuProfesional

Rabu, 03 Mei 2017

Anak Adalah Benih Kehidupan

🍒🍈Cemilan Rabu 🍒🍈

Materi #4 Memahami Gaya Belajar Anak

🌱 *ANAK ADALAH BENIH KEHIDUPAN*  🌱

Banyak orang tua mengeluhkan anak tidak mau mengikuti perintah atau malah melakukan hal yang dilarang. Pada prinsipnya, anak bukanlah kertas kosong yang akan pasif menerima semua perintah atau perlakukan dari lingkungan sekitar.Sebaliknya anak memiliki gambar dan warna sendiri yang tidak dapat diabaikan begitu saja. Maka pendidikan seharusnya tidak menyamaratakan anak, tetapi memahami keistimewaan anak dan mengembangkannya. 

🐥 *Motivasi Eksternal & Motivasi Internal* 🐣

Penelitian yang dilakukan oleh Daniel Pink memberikan hasil bahwa dorongan dari luar berupa ganjaran dan hukuman pada anak, tidak efektif dalam mendidik anak. Apabila seorang anak diberikan iming-iming saat berhasil dengan satu tantangan, anak memang bisa lebih cepat bertindak, namun dampaknya cepat menghilang dan menimbulkan ketergantungan. Motivasi Internal berarti menumbuhkan kesadaran pada diri anak, menghargai anak sebagai benih kehidupan. Hasilnya tidak terlihat langsung, karena lebih lambat dalam membentuk perilaku. Namun motivasi internal ini memberikan dampak yang lebih lama, membangun kemandirian anak dan bisa membantu anak dalam menyelesaikan tugas yang kompleks dan butuh kreativitas. 

Anak lahir dengan kecerdasan tertentu yang butuh ditumbuhkembangkan secara optimal. Keberagaman potensi anak perlu dipahami oleh orang tua dan kemudian mendidik anak sesuai dengan potensinya tersebut. Pendidikan yang menumbuhkan meyakini bahwa anak adalah benih kehidupan. Benih yang mempunyai karakteristik tertentu, bukan kertas kosong, anak akan bergerak sendiri, mencari tahu, mengenali, memuaskan rasa ingin tahunya. 

Ibarat benih, anak lahir dengan kekuatan menggerakkan akar-akar ke dalam tanah untuk mendapatkan apa yang dibutuhkannya. Anak akan terus menerus bergerak hingga menemukan jawaban yang memuaskan rasa ingin tahunya.  Anak dengan komposisi kecerdasan visual akan tertarik pada hal-hal yang memuaskan kebutuhan visualnya. Demikian juga anak dengan komposisi kecerdasan lainnya. Komposisi kecerdasan ini akan mengambil peran pada gaya belajar anak. 

Apakah seseorang hanya mempunyai kecenderungan salah satu gaya belajar? Belum tentu, bisa saja ia memiliki modalitas belajar perpaduan dari ketiga ciri tersebut. Tugas kita para pendidik (orangtua/guru) adalah memberikan stimulasi dengan ketiga ciri gaya belajar dimaksud.

*Yang penting anak pernah merasakan semua gaya belajar. Secara fitrah dirinya akan belajar mengikuti "suara hati kecil" akan menggunakan gaya yang mana, atau mengkombinasikan banyak gaya bergantung badai yg dihadapi .Ikuti suara hati kecil itu biarkan dia yang bersujud membisikkan ke seluruh bumi dan diamini oleh seluruh penghuni langit. ( _Septi Peni Wulandani_)*. 🌏🌏

Sehingga ilmu itu jadi berkah. 

Sumber:
Anak Bukan Kertas Kosong, 2015, Bukik Setiawan, Panda Media

Diskusi ringan di kelas Bunda Sayang Koordinator IIP bersama Ibu Septi Peni Wulandani, Founder Institut Ibu Profesional


Salam Ibu Profesional,

/Tim Fasilitator Kelas Bunda Sayang Institut Ibu Profesional/

Rabu, 26 April 2017

Memahami Gaya Belajar Anak, Mendampingi Dengan Benar

Baru sempet nih nulis materi2 Bunda Sayang. Langsung ke Materi-4 kemarin tanggal 17 April 2017. Ndak apa ya...hehe yg sebelumnya InsyaAlloh segera menyusul 😀

Cekidooottt... 👇

Dulu kita adalah anak/murid yang selalu menerima apa saja yang diberikan orangtua/guru kita, apabila ada hal-hal yang belum kita pahami, lebih cenderung diam, tidak berani untuk menanyakan kembali. Karena paradigma yang muncul saat itu, banyak bertanya dianggap bodoh atau mengganggu proses pembelajaran.

 Itu baru tingkat pemahaman, guru/orangtua kita sangat sedikit yang mau memahami bagaimana cara kita bisa belajar dengan baik, yang ada kita harus menerima gaya orangtua/guru kita mengajar.

 Sehingga  anak yang gaya belajarnya tidak sesuai dengan gaya mengajar guru/orangtuanya, akan masuk kategori “siswa dengan tingkat pemahaman rendah” dan kadang mendapat label “bodoh”.

Jaman berubah, dan terus akan berubah. Sudah saatnya kita harus mengubah paradigma baru di dunia pendidikan.

Dari sisi orangtua/pendidik:

*Apabila anak tidak bisa belajar dengan cara/gaya kita mengajar, maka kita harus belajar mengajar dengan cara mereka BISA belajar*

Dari sisi anak/siswa:

*Setiap anak/siswa PASTI BISA belajar dengan baik, setiap anak akan belajar dengan CARA yang BERBEDA*

Sudah saatnya kita belajar memahami gaya belajar anak-anak ( Learning Styles) dan memahami gaya mengajar kita sebagai pendidik ( Teaching Styles ) karena kedua hal tersebut di atas akan berpengaruh pada gaya bekerja kita dan anak-anak ( Working Styles ).

Karena kalau tidak, kita dan anak-anak akan masuk kategori masyarakat buta huruf abad 20, yang didefinisikan Alvin Toffler sbb :

*Mereka yang dikategorikan buta huruf di abad 20 bukanlah individu  yang tidak bisa membaca dan menulis, melainkan orang yang tidak mampu belajar, tidak mau belajar dan tidak kembali belajar*

Sebelum kita membahas lebih lanjut tentang gaya belajar ada baiknya kita memahami terlebih dahulu untuk apa anak-anak ini harus belajar.


 Ada 4 hal penting yang menjadi tujuan anak-anak belajar yaitu :

a.Meningkatkan Rasa Ingin Tahu anak ( Intellectual Curiosity)

b. Meningkatkan Daya Kreasi dan Imajinasinya ( Creative Imagination)

c. Mengasah seni / cara anak agar selalu bergairah untuk menemukan sesuatu ( Art of Discovery and Invention)

d.Meningkatkan akhlak mulia anak-anak ( Noble Attitude)

Fokuslah kepada 4 hal tersebut selama mendampingi anak-anak belajar. Buatlah pengamatan secara periodik, apakah rasa ingin tahunya naik bersama kita/selama di sekolah? Apakah kreasi dan imajinasinya berkembang dengan bagus selama bersama kita /selama di sekolah? Apakah anak-anak suka menemukan hal baru, dan keluar *Aha! Moment*( teriakan “Aha! Aku tahu sekarang” atau ekspresi lain yang menunjukkan kebinaran matanya) selama belajar?

 Apakah dengan semakin banyaknya ilmu yang anak-anak dapatkan di rumah/di sekolah semakin meningkatkan akhlak mulianya?



Setelah memahami tujuan anak-anak belajar baru kita memasuki tahapan-tahapan memahami berbagai gaya belajar anak-anak.Gaya belajar dapat menentukan prestasi belajar anak. Jika diberikan strategi yang sesuai dengan gaya belajarnya, anak dapat berkembang dengan lebih baik.


Gaya belajar otomatis tergantung dari orang yang belajar. Artinya, setiap orang mempunyai gaya belajar yang berbeda-beda.

Modalitas belajar adalah cara informasi masuk ke dalam otak  melalui indra yang kita miliki.

Tiga macam modalitas belajar anak:

☘Auditory  : modalitas ini mengakses segala macam bunyi, suara, musik, nada, irama, cerita, dialog, dan pemahaman materi pelajaran dengan menjawab atau mendengarkan lagu, syair, dan hal-hal lain yang terkait.

☘ Visual : modalitas ini mengakses citra visual, warna, gambar, catatan, tabel diagram, grafik, serta peta pikiran, dan hal-hal lain yang terkait.

☘ Kinestetik: modalitas ini mengakses segala jenis gerak, aktifitas tubuh, emosi, koordinasi, dan hal-hal lain yang terkait.
           

Mari kita pahami gaya belajar tersebut secara detil, kita pahami ciri-cirinya dan bagaimana strategi kita untuk mendampingi anak-anak dengan gaya belajarnya masing-masing.


📌GAYA BELAJAR VISUAL ( Belajar dengan cara melihat)

Lirikan keatas bila berbicara, berbicara dengan cepat. Bagi anak yang bergaya belajar visual, mata / penglihatan (visual) memegang peranan penting dalam belajar, dalam hal ini metode pengajaran yang digunakan ibu/guru sebaiknya lebih banyak / dititikberatkan pada peragaan / media, ajak mereka ke obyek-obyek yang berkaitan dengan pelajaran tersebut, atau dengan cara menunjukkan alat peraganya langsung pada siswa atau menggambarkannya di papan tulis.

Anak yang mempunyai gaya belajar visual harus melihat bahasa tubuh dan ekspresi muka gurunya/ibunya untuk mengerti materi pelajaran. Mereka cenderung untuk duduk di depan agar dapat melihat dengan jelas. Mereka berpikir menggunakan gambar-gambar di otak mereka dan belajar lebih cepat dengan menggunakan tampilan-tampilan visual, seperti diagram, buku pelajaran bergambar, dan video.


📌 Ciri-ciri gaya belajar visual :

🌷Bicara agak cepat

🌷Mementingkan penampilan dalam berpakaian/presentasi

🌷Tidak mudah terganggu oleh keributan

🌷Mengingat yang dilihat, dari pada yang didengar

🌷Lebih suka membaca dari pada dibacakan

🌷Pembaca cepat dan tekun

🌷Seringkali mengetahui apa yang harus dikatakan, tapi tidak pandai memilih kata-kata

🌷Lebih suka melakukan demonstrasi dari pada pidato

🌷Lebih suka musik

🌷Mempunyai masalah untuk mengingat instruksi verbal kecuali jika ditulis, dan seringkali minta bantuan orang untuk mengulanginya.

📌Strategi untuk mempermudah proses belajar anak visual :

📝Gunakan materi visual seperti, gambar-gambar, diagram dan peta.

📝Gunakan warna untuk menghilite hal-hal penting.

📝Ajak anak untuk membaca buku-buku berilustrasi.

📝Gunakan multi-media (contohnya: komputer dan video).

📝Ajak anak untuk mencoba mengilustrasikan ide-idenya ke dalam gambar.


📌GAYA BELAJAR AUDITORI (belajar dengan cara mendengar)


Lirikan kekiri/kekanan mendatar bila berbicara. Anak yang bertipe auditori mengandalkan kesuksesan belajarnya melalui telinga ( alat pendengarannya ), untuk itu maka ibu/ guru sebaiknya harus memperhatikan siswa/anaknya hingga ke alat pendengarannya. Anak yang mempunyai gaya belajar auditori dapat belajar lebih cepat dengan menggunakan diskusi verbal dan mendengarkan apa yang guru/ibu katakan.

Anak auditori dapat mencerna makna yang disampaikan melalui tone suara, pitch (tinggi rendahnya), kecepatan berbicara dan hal-hal auditori lainnya. Informasi tertulis terkadang mempunyai makna yang minim bagi anak auditori dibandngkan dengan mendengarkannya.

Anak-anak seperi ini biasanya dapat menghafal lebih cepat dengan membaca teks dengan keras dan mendengarkan kaset.

         
📌Ciri-ciri gaya belajar auditori :

🌷Saat bekerja suka bicara kepada diri sendiri

🌷Penampilan rapi

🌷Mudah terganggu oleh keributan

🌷Belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan dari pada yang dilihat

🌷Senang membaca dengan keras dan mendengarkan

🌷Menggerakkan bibir mereka dan mengucapkan tulisan di buku ketika membaca

🌷Biasanya ia pembicara yang fasih

🌷Lebih pandai mengeja dengan keras daripada menuliskannya

🌷Lebih suka gurauan lisan daripada membaca komik

🌷Mempunyai masalah dengan pekerjaan-pekerjaan yang melibatkan Visual

🌷Berbicara dalam irama yang terpola

🌷Dapat mengulangi kembali dan menirukan nada, berirama dan warna suara


📌 Strategi untuk mempermudah proses belajar anak auditori :

📝Ajak anak untuk ikut berpartisipasi dalam diskusi baik di dalam kelas maupun di dalam keluarga.

📝Dorong anak untuk membaca materi pelajaran dengan keras.

📝Gunakan musik untuk mengajarkan anak.

📝Diskusikan ide dengan anak secara verbal.

📝Biarkan anak merekam materi pelajarannya ke dalam kaset dan dorong dia untuk mendengarkannya sebelum tidur.


📌  GAYA BELAJAR KINESTETIK (belajar dengan cara bergerak, bekerja dan menyentuh)


Lirikan kebawah bila berbicara, berbicara lebih lambat. Anak yang mempunyai gaya belajar kinestetik belajar melalui bergerak, menyentuh, dan melakukan. Anak seperti ini sulit untuk duduk diam berjam-jam karena keinginan mereka untuk beraktifitas dan eksplorasi sangatlah kuat. Anak  yang bergaya belajar ini belajarnya melalui gerak dan sentuhan


📌  Ciri-ciri gaya belajar kinestetik :

🌷Berbicara perlahan

🌷Penampilan rapi

🌷Tidak terlalu mudah terganggu dengan situasi keributan

🌷Belajar melalui memanipulasi dan praktek

🌷Menghafal dengan cara berjalan dan melihat

🌷 Menggunakan jari sebagai petunjuk ketika membaca

🌷Merasa kesulitan untuk menulis tetapi hebat dalam bercerita

🌷Menyukai buku-buku dan mereka mencerminkan aksi dengan gerakan tubuh saat membaca

🌷Menyukai permainan yang menyibukkan

🌷Tidak dapat mengingat geografi, kecuali jika mereka memang pernah berada di tempat itu

🌷Menyentuh orang untuk mendapatkan perhatian mereka Menggunakan kata-kata yang mengandung aksi.


📌Strategi untuk mempermudah proses belajar anak kinestetik:

📝Jangan paksakan anak untuk belajar sampai berjam-jam.

📝Ajak anak untuk belajar sambil mengeksplorasi lingkungannya (contohnya: ajak dia baca sambil bersepeda, gunakan obyek sesungguhnya untuk belajar konsep baru).

📝Izinkan anak untuk mengunyah permen karet pada saat belajar.

📝Gunakan warna terang untuk menghilite hal-hal penting dalam bacaan.


📝 Izinkan anak untuk belajar sambil mendengarkan musik


Ketika belajar memahami anak-anak, sejatinya kita sedang belajar memahami diri kita sendiri. Apabila bunda semuanya bisa melihat gaya belajar anak-anak karena sering mengamati perkembangan mereka, maka kitapun akan dengan mudah mengamati gaya belajar kita, gaya mengajar kita dan gaya bekerja kita.


 Hal ini akan lebih membuat kita bahagia menjalankan proses belajar. Dijamin proses belajar juga tidak akan pernah berhenti dari buaian sampai ke liang lahat.



Anak-anak sangat menyukai bermain, karena energi yang dimunculkan ketika bermain tidak akan pernah habis. Apabila kita bisa memaknai belajar dan bekerja selayaknya anak-anak bermain, sudah dapat dibayangkan betapa asyiknya belajar dan bekerja dalam kehidupan ini. Karena setiap saat anak-anak akan menemukan energi yang terbarukan dalam proses belajarnya dan kita akan mendapatkan energi yang terbarukan dalam proses bekerja.

Nah, mommies...kira2 Ananda termasuk anak dengan gaya belajar yang mana nih? Selamat mengamati ya....😊👍


Salam Ibu Profesional.

#KelasBundaSayang
#MateriKe4
#MemahamiGayaBelajarAnak


📚Sumber Bacaan:

_Gordon Dryden and JeanetteVos, The Learning Revolution, ISBN-13: 978-1929284009_

_Barbara Prashing, The Power of Learning Styles, Kaifa, 2014_

_Institut Ibu Profesional, Bunda Sayang : Memahami Gaya Belajar Anak, GazaMedia, 2016_

Mendidik Fitrah Keimanan


Fitrah adalah Islamic Concept of Human Nature (konsep Islam ttg Asal Mula Kejadian Manusia). Sejak lahir manusia telah membawa pokok kebaikan (innate goodness) yang sangat cukup untuk menjalani peran peradaban spesifiknya dalam rangka mencapai maksud penciptaan untuk Beribadah (Hamba Allah) dan untuk menjadi Khalifah Allah di muka bumi.

Diantara aspek fitrah adalah kecenderungan manusia untuk beriman atau bertuhan, yang disebut fitrah keimanan. Fitrah keimanan bahkan telah diinstal sejak di alam rahiem (QS 7:172) dalam bentuk persaksian Allah sebagai Robb (kholiqon-pencipta, roziqon-pemberi rezqi, malikan-pemilik/pemelihara dstnya).

Instalasi persaksian ini kemudian muncul dalam kenyataan bahwa tiap bayi lahir menangis. Para ulama mengatakan bahwa bayi menangis karena "seeking Allah" atau mencari Allah, dalam hal ini adalah Robb. Itulah mengapa menyusui diwajibkan karena sebagai bentuk penguatan dan perawatan syahadah Rubbubiyatullah. Dalam pemberian ASI, sang bayi merasakan adanya Zat yang memberi rizqi, melindungi, merawat, menyayangi dstnya.

Perihal syahadah Rubbubiyatullah ini juga nampak pada perihidup bangsa bangsa, bahwa tiada satu sukupun di muka bumi yang tidak ada tempat untuk sujud kepada Tuhan.

Atheisme sendiri baru dikenal manusia pada Abad 18an sebagai bentuk penolakan terhadap penindasan Raja Diktator dan Gereja. AlQuran bahkan menyebut bahwa Kafir Quraisy sekalipun mengakui Tauhid Rubbubiyatullah. "Jika ditanyakan kpd mereka siapa yang menciptakan langit dan bumi, maka mereka menjawab Allah".

Karenanya dalam hadits ttg Fitrah, dikatakan bahwa "setiap anak lahir dalam keadaan fitrah, orangtuanyalah yang merubahnya menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi" , namun dalam hadits ini tidak dikatakan merubahnya menjadi Muslim. Mengapa? Karena setiap bayi sudah lahir dalam keadaan Islam.

Lalu bagaimana Mendidik Fitrah Keimanan?

Mendidik fitrah keimanan, tentu bertahap sesuai tahapan usia.

Usia 0-2 tahun. Ini tahap penguatan fitrah keimanan dengan memberikan ASI secara eksklusif, menghadirkan hati, perhatian, sentuhan, pandangan dsbnya ketika menyusui. Inilah tahap penguatan awal Tauhid Rubbubiyatullah.

Usia 3-6 tahun.

Ini tahap merawat fitrah keimanan dengan membangun imaji imaji keindahan ttg Allah, ttg Rasulullah SAW, ttg Islam dan kebaikan lainnya sehingga melahirkan kesan dan cinta yang mendalam. Cinta sebelum Islam, Iman sebelum Amal.

Dilarang merusak imaji imaji anak di usia ini ttg indahnya alHaq. Para ulama meminta untuk menunda menceritakan ttg neraka, perang akhir zaman, Dajjal, qiyamat dstnya, sampai benar benar fitrahnya kuat di usia 7 tahun ke atas.

Dilarang mendidik adab dengan memaksa, menyakitkan hatinya, dstnya, agar tidak malah membenci adab. Namun upayakanlah adab berkesan indah. Jadi tahap ini sepenuhnya full cinta namun tidak memperturutkan yang tidak baik.

Ceritakanlah hal hal indah yang membuat ananda sangat tergugah, berkesan mendalam dan antusias pada kebenaran. Suasanakanlah keshalihan dalam setiap momen dan kesempatan tanpa terasa dan formal.

Ini tahap emas untuk mengenalkan Allah, Rasulullah SAW dan kebaikan kebaikan Islam. Anak sedang pada puncak imaji dan abstraksinya, alam bawah sadarnya masih terbuka lebar, maka mengenalkan apapun ttg kebaikan apalagi dengan cara berkesan akan masuk ke dalam alam bawah sadarnya dan menguatkan fitrahnya. Penting mengkontekskan semua peristiwa baik dengan Allah dalam setiap kesempatan.

Teladankan kebaikan tanpa pasang target untuk segera diikuti. Hindari semua bentuk formal dan penerapan disiplin yang membuatnya jadi membenci kebaikan itu sendiri. Ingat bahwa sholat baru diperintah saat usia 7 tahun, jadi di bawah 7 tahun sholat diimajikan indah bukan dipaksa tertib gerakan, tertib bacaan, tertib waktu. Misalnya penting setiap azan berkumandang, wajah bunda menjadi sumringah dan tersenyum seindah mungkin, bahkan memeluk dan mengucapkan kata kata indah di telinga ananda.

Dahulukan amar ma'ruf daripada nahi munkar. Misalnya jika ananda naik ke atas meja, katakan saja "nak meja untuk makan, kaki untuk ke masjid atau ke taman" daripada panik dan menyebut keburukan.

Diharapkan pada fase ini anak sudah antusias mengenal dan menyebut nama Allah di usia 3 tahun. Nanti di usia 7 tahun, diharapkan ketika kita mengatakan, "nak, sholat itu diperintah oleh Allah lho..." maka ananda menerima perintah Sholat dengan suka cita".

Usia 0-6 tahun adalah masa emas bagi mendidik fitrah keimanan, dengan menguatkan konsep Allah sbg Robb, melalui imaji imaji indah yang melahirkan kecintaan kpd Allah, Rasulullah SAW, Islam. Metodenya adalah keteladanan dan suasana keshalihan yang berkesan mendalam.

Usia 7-10 tahun.

Ini adalah tahap menumbuhkan dan menyadarkan Tauhid Mulkiyatullah. Pada tahap ini ananda sedang sangat kritis (fitrah belajar dan bernalar pada puncaknya), mereka juga mulai bergeser dari ego sentris ke sosio sentris, mereka mulai memahami adanya keteraturan di alam dan di kehidupan.

Inilah tahap yang tepat untuk menumbuhkan dan menyadarkan bhw Allahlah Sang Maha Pengatur, Sang Maha Pembuat Hukum, Zat Yang harus ditaaati. Fitrah keimanannya ditumbuhkan dengan membaca alam dan mentadaburi keteraturan ciptaan Allah di alam semesta.

Fitrah keimanan tumbuh baik dengan menginteraksikannya pada kenyataan adanya keteraturan yang indah dan sempurna alam semesta. Keimanannnya mulai berbunga menjadi keinginan kuat memahami keteraturan itu dan mencintai Sang Maha Pengaturnya. Keimanan tidak bisa lagi lewat kisah kisah menjelang tidur, namun harus dialami langsung dengan interaksi di alam.

Usia 11-14 tahun.

Ini tahap mendidik fitrah keimanan untuk Tauhid Uluhiyatullah. Metodenya adalah mengokohkan fitrah keimanan melalui ujian ujian kehidupan sehingga mennjadi kebutuhan. Iman itu perlu diuji bukan lagi dikisahkan atau diinteraksikan, tetapi melalui beban beban kehidupan dalam batas kesanggupannya. Ingat bahwa fitrah keimanan bukan bicara seberapa banyak ilmu agama yang direkam di benak, namun bicara seberapa banyak anak mengokohkan keimananannya melalui cinta yang mendalam pada alHaq.

Pada tahap ini, memberikan anak kesempatan untuk merantau yang tidak terlalu jauh, berbisnis kecil kecilan, memberi investasi, memagangkan pada maestro, melibatkan pada aktifitas dakwah dll. Maka kita akan lihat, bagaimana fitrah keimanannya diuji dalam kehidupan.

Rasulullah SAW memulai magang berdagang bersama pamannya dan merantau ke Syams sejak usia 11-12 tahun. Maka kita lihat Rasulullah SAW piawai di dakwah dan piawai di pasar.

Dalam ujian ujian kehidupan itu mereka akan menyadari butuhnya sholat malam, butuhnya panduan alQuran dan alHadits, butuhnya memperbaiki misi hidup sesuai yang Allah kehendaki dstnya.

> 15 tahun. Peran Peradaban atas Tumbuhnya Fitrah Keimanan

Fitrah Keimanan yang tumbuh paripurna akan berujung kepada peran peradaban berupa ghairah dan antusias Menyeru Kepada Tauhidullah. Inilah adab tertinggi kepada Allah sebagaimana yang ditugaskan kepada para Nabiyullah Alaihimusalaam sepanjang sejarah.

Salam Pendidikan Peradaban

By. Ustadz Harry Santosa

#fitrahbasededucation
#pendidikanberbasisfitrah dan akhlak
#fitrahKeimanan
#HomeEducation

Fitrah Belajar

Bismillaah...dapat Cemilan Rabu nih tentang Fitrah Belajar Anak 😁

"Anakku malas belajar"
Pernah dapat keluhan ini dari teman-teman sejawat?, atau dari tetangga?Saudara? atau kita sendirilah yang mengeluhkan hal ini. 

Benarkah anak-anak kita malas belajar?. Atau jangan-jangan kitalah yang terlalu mengkotak-kotakkan pengertian belajar, sehingga menjadi "duduk diam di meja belajar sambil baca buku atau menulis/menyalin". 

Fitrahnya setiap anak adalah pembelajar sejati, bagaimana tidak?. 
Setiap bayi yang lahir adalah pembelajar tangguh, bayi tidak memutuskan merangkak seumur hidupnya, namun ia menuntaskan belajar berjalan dengan gigih, sampai bisa berlari dan melompat. Setiap bayi yang dilahirkan adalah penjelajah yang penuh rasa ingin tahu (discoverer, curiousity)setiap sudut rumah jadi targetnya. Setiap bayi yang lahir juga penuh dengan daya imajinasi kreatif. Lihat saja, di tangan kanak-kanak kita, sangkutan baju jadi pesawat, kursi jadi kuda pacu, awan dicat berwarna ungu, matahari berubah pink (merah muda) dan lain sebagainya. Tugas kita hanya memberi kesempatan, ruang yang aman dan semangat.

 Lalu mengapa bisa berubah menjadi enggan atau malas belajar?. Jangan-jangan kitalah yang telah mengubur dan menyimpangkan fitrah belajarnya.

Apa saja yang bisa mencerabut fitrah belajar anak-anak kita?

1. pendidik (orangtua/guru) yang terlalu menyetir proses belajar anak, sehingga daya kreatif anak lumpuh.

2. pendidik yang terlalu banyak menyarikan materi, anak-anak tidak berkesempatan memaknai dan menemukan asosiasi antara ide-ide, sehingga daya pikirnya tidak terlatih

3. Buku teks yang digunakan tak mengandung ide-ide menggugah

4. Dipakainya kompetisi dan rasa takut sebagai pelecut belajar, sehingga anak-anak bukan belajar karena "rasa ingin tahunya".

*Kita tidak bisa memastikan buku mana yang akan menggetarkan jiwa seorang anak; lukisan atau komposisi mana yang akan memantik apresiasi seninya; kunjungan ke tempat historis mana yang akan membangkitkan kesadaran sejarahnya. Setiap anak akan memberi respon secara berbeda-beda sesuai keunikan minat dan kepribadian mereka. Yang bisa kita lakukan adalah membuka akses selebar-lebarnya untuk mereka pada seberagam mungkin ide yang berharga (Charlotte Mason)*

Banyak orang mengira, kemampuan manusia yang utama dalam belajar adalah adaptasi, padahal semua binatang dan tumbuhanpun, Allah ciptakan mampu beradaptasi. Demikian juga, jika kita menganggap kemampuan utama manusia itu adalah kompetisi, karena sesungguhnya hewan dan jin pun berkompetisi.

*Ketahuilah bahwa kemampuan manusia yang utama adalah mengelola, mengklasifikasi, menginovasi dan mewariskan pengetahuan sebagai produk dari potensi fitrah belajarnya.* Seribu kera bisa dilatih memancing ikan, namun tidak satupun dari mereka mampu menciptakan kail dan mewariskan pada anak-anaknya. 

Sesungguhnya setiap anak yang lahir telah memiliki potensi fitrah belajar. Para orang tua/pendidik tidak perlu panik menggegas kemampuan belajar anak-anaknya. Anak-anak hanya memerlukan sebuah ruang terbuka di alam dan hati orangtuanya yang terbuka bagi imajinasi kreatifnya, bagi curiousity-nya, bagi ketuntasan eksplorasi belajarnya, bagi penjelajahan dan petualangan belajarnya, bagi kesempatan untuk semakin menjadi dirinya. 

Nah...jadi gak perlu buru2 ya masukin anak ke baby class dengan dalih biar cepet pinter dan mampu bersosialisasi. Justru yg lebih bagus adalah membiarkan batita bermain dengan alam dan mengeksplor semua sudut rumah. Tembok dan lantai kotor??? Siapa takuuuuuutttttt..... 😛

sumber bacaan:
Fitrah based Education, 2016, Harry Santosa, Yayasan Cahaya Mutiara Timur.
💾💾💾💾💾💾💾💾💾💾

Kamis, 20 April 2017

Serunya Mengamati Gaya Belajar Anak

Yeayy...kelas Bunda Sayang memasuki materi baru, kali ini game level 4 kita diajak utk mengamati gaya belajar anak. Apakah dominan di visual, audio, atau kinestetik. Bisa juga kombinasi.

Abang Ali sih sudah keliatan, dominan di visual dan kinestetik. Nah malam ini saya mendampingi Ali belajar Matematika tentang bangun ruang, Ali lebih senang belajar dengan menggambar. Dengan melihat gambar, dia akan lebih mudah embedakan antara limas dan prisma.